Pemerintah Susun Rencana Kerja Pemenuhan Kebutuhan Pasar Bioenergi Jepang

Pemerintah Susun Rencana Kerja Pemenuhan Kebutuhan Pasar Bioenergi Jepang. (Photo: ekon.go.id)

Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berkomitmen mendorong pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), baik yang berasal dari kelapa sawit maupun komoditas lainnya. Selain dapat mengurangi impor Bahan Bakar Minyak (BBM), keberadaan energi terbarukan juga akan meningkatkan daya saing petani.

Melanjutkan komitmen tersebut, Kedeputian Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian bersinergi dengan Indonesia-Japan Business Network (IJB-Net) untuk mengoordinasikan penyusunan rencana kerja pemenuhan kebutuhan pasar bioenergi di Indonesia, Jepang, dan dunia.

“Targetnya, bisa menjadikan Indonesia sebagai produsen bioenergi yang mampu memasok kebutuhan Indonesia, Jepang, dan dunia,” tutur Menko Perekonomian dalam Kick Off Meeting Rencana Kerja Pemenuhan Kebutuhan Pasar Bioenergi Jepang, Selasa (10/11), di Jakarta.

Menko Airlangga menerangkan bahwa kebutuhan bioenergi Indonesia, Jepang, dan dunia terus meningkat. Sebagai informasi, penggunaan EBT Indonesia saat ini mencapai 9,5%, sedangkan pada tahun 2025 ditargetkan sebesar 23% dan tahun 2050 sebesar 31%.

Sementara Jepang menargetkan pemakaian EBT sebesar 22-24% dari seluruh kebutuhan energinya, hingga tahun 2030. Negara ini akan melakukan penggantian 100 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara dengan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm).

“Potensi pengembangan bioenergi di Indonesia sangat besar. Indonesia memiliki potensi lahan dan bahan baku melimpah, limbah industri yang bisa diolah, Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) yang mendukung. Ini harus terus kita dorong,” tegas Airlangga.

Pemerintah Indonesia juga akan terus meningkatkan hubungan dengan Pemerintah Jepang untuk mewujudkan kerja sama yang telah dirintis melalui Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) dan lainnya.

“Pemerintah akan terus berusaha menjaga kualitas dan kuantitas produk biomassa kita agar dapat memenuhi standar yang dibutuhkan pasar Jepang. Untuk itu, komunikasi yang baik dan promosi antara Indonesia dan Jepang perlu terus dibangun,” tutur Airlangga.

Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo pun menyoroti sejumlah masalah yang akan dihadapi Indonesia dan global pada masa mendatang, salah satunya adalah soal krisis energi. Terkait hal itu, Presiden RI berencana mengembangkan riset EBT untuk mengurangi ketergantungan energi fosil.

Kebutuhan biofuel (bahan bakar nabati) untuk pesawat, mobil, dan lainnya juga meningkat. Indonesia akan menaikkan persentase pemakaian biodiesel dari B20 menjadi B30 dan terus ditingkatkan lagi.

The International Civil Aviation Organization (ICAO) telah menetapkan target pengurangan emisi CO2 di tahun 2050 sebesar 50% dari target tahun 2005.

Langkah tersebut diikuti dengan pembuatan rencana kerja di The International Air Transport Association (IATA) yang mengharuskan semua perusahaan penerbangan anggotanya untuk mulai menggunakan bioavtur (bahan bakar nabati untuk pesawat) dengan persentase yang terus ditingkatkan.

Pada awal tahun 2020 Presiden Joko Widodo juga telah mencanangkan untuk menghentikan ekspor kopra dan diolah menjadi bioavtur. Hal ini dikarenakan melimpahnya bahan baku di Indonesia dan pengembangan teknologi terkait sudah mulai menunjukkan hasil.

Kick off meeting ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang sama kepada para pemangku kepentingan dan pihak terkait di Indonesia untuk menyusun rencana kerja sinergi bersama ke depan.

Nantinya akan ada pertemuan-pertemuan lanjutan baik internal Indonesia maupun bersama dengan pihak Jepang untuk mengerucutkan persiapan sampai dengan peletakan batu pertama pembangunan pabrik pengolahan yang ditargetkan bisa dimulai tahun depan.

“Sebagai penutup, saya berharap kick off meeting ini dapat mendorong peningkatan kapasitas perekonomian secara nasional di tengah lesunya ekonomi akibat pandemi Covid-19. Selain itu, juga bisa menghasilkan solusi dan sinergitas yang lebih komprehensif dan konkret dalam upaya meraih pasar bioenergi di Jepang,” pungkas Menko Airlangga. (*)