WARTASIBER.COM : Lumba-lumba merupakan salah satu hewan laut yang menggemaskan. Tak jarang bahwa sering beredar cerita dikalangan masyarakat mengenai Lumba-lumba yang membantu manusia yang tenggelam di lautan. Ataupun Lumba-lumba yang berenang menampakkan wujud di tengah lautan. Hewan ini bukanlah jenis hewan yang ganas. Lumba-lumba merupakan mamalia laut yang cerdas. Selain itu sistem alamiah yang melengkapi tubuhnya sangat kompleks. lumba-lumba memiliki sebuah sistem yang digunakan untuk berkomunikasi dan menerima rangsang yang dinamakan sistem sonar, sistem ini dapat menghindari benda-benda yang ada di depan lumba-lumba, sehingga terhindar dari benturan. Bahkan banyak sekali tekhnologi yang terinspirasi dari gaya hidup Lumba-lumba. Salah satunya ialah kapal selam.
Dibalik kelucuan hewan tersebut, ada sebuah peristiwa yang memilukan. Yaitu pembantaian besar-besaran hewan laut Lumba-lumba yang terjadi di wilayah Faroe Island Denmark, Taiji dan Futo di Jepang. Hal ini berlangsung setiap tahun dan konon merupakan sebuah budaya yang dilakukan oleh masyarakat sekitar.
Di Denmark sendiri, hal ini merupakan sebuah perayaan besar-besaran yang umumnya dilakukan oleh remaja. Mereka menganggap membunuh ialah suatu hal lazim yang menunjukkan tentang kedewasaan mereka. Setiap tahunnya, ratusan Lumba-lumba ditarik kepinggir pantai kemudian di libas secara brutal dengan cara menyabet para hewan tak bersalah itu menggunakan alat sejenis parang, hingga beberapa kali. Kemudian akan terdengar suara kesakitan atau erangan dari hewan-hewan tersebut.
Selain Lumba-lumba, ternyata tradisi ini juga menjadikan paus pilot sebagai mangsa mereka. Tradisi membantai paus tersebut biasanya dilakukan secara tradisional. Tradisi ini ditandai dengan lautan yang awalnya biru, mendadak merah merona ketika mendekati musim dingin di Kepulauan Faroe. Warna air tersebut menjadi pertanda jika tradisi penduduk sukses dilaksanakan.
Sebelum melakukan pembantaian, penduduk yang berprofesi sebagai nelayan mengecoh kawasan paus pilot yang tengah migrasi ke dekat pantai. Ketika sudah tak lagi leluasa berenang, baru nelayan ini membantai dengan berbagai senjata.
Lalu, kemana perginya dunia internasional? Apakah mereka bungkam akan peristiwa tersebut?
Tentu tidak.
Hal ini selalu menuai berbagai kecaman dari berbagai pihak. Sayangnya, Pemerintah Denmark sendiri tidak berinisiatif menghentikan pembantaian paus dan lumba-lumba yang berlangsung selama bertahun-tahun itu.
Sama halnya dengan Denmark, Tradisi serupa berlangsung di Taiji, Jepang. Di sana, sekitar 19.000 lumba-lumba dibinasakan saban tahun untuk dimakan. Para nelayan menggunakan metode perburuan yang disebut oikomi, yakni menggiring dan membunuhnya di dekat pantai.
Dilansir melalui Instagram @respectanimalrights peristiwa yang disebut sebagai Grindadrap ini juga terjadi pada 11 September 2018 lalu di Faroe Island. Tentu saja ini mengundang banyak kecaman dari pengguna sosial media tersebut.
Salah satunya adalah dari akun Instagram @pablogcasanova @visitfaroeislands “I have been planning a travel to your magnificent island for more than a year. Just want to see the nature and fotograph the puffins. But how can I go and spend my money when I see this? I’ll never visit your islands. Never. Is so disgracefull that people do not understand this free and alive will be one more atracction to travel. Shame. Those animals lost their lives. You all lost your soul. (Sorry for my bad English).”
@visitfaroeislands saya sudah membuat rencana untuk mengunjungi pulau anda yang megah itu selama satu tahun. Hanya untuk melihat alam dan memfoto Puffin (sejenis burung). Tapi bagaimana saya bisa pergi dan menghabiskan uang saya untuk melihat hal ini? Saya tidak akan pernah mengunjungi pulau anda. Tidak akan pernah. Sangat memalukan bahwa orang-orang tidak mengerti tentang kebebasan and kehidupan adalah sebuah hal yang lebih menarik untuk dikunjungi. Malu. Para hewan kehilangan hidup mereka. Anda kehilangan rasa kemanusiaan anda. (Maaf untuk bahasa Inggris saya yang buruk)
Hewan merupakan makhluk yang diciptakan oleh Tuhan, yang hidup berdampingan dengan manusia. Lalu, bagaimana bisa manusia membunuh, membantai dan menyiksa hewan hanya untuk suatu hal atas dasar kesenangan? Jika memang dilakukan untuk memenuhi sebuah tradisi, adakah cara lain untuk membunuh hewan tersebut, selain pembantaian secara masal?
Dilansir melalui : Wikipedia, respectanimalrights dan phinemo.com