Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (Kepala BKF) Febrio Kacaribu menjelaskan tentang konsep resesi ekonomi pada Jumat, (25/09) dalam acara virtual Kupas Tuntas Ekonomi & APBN.
“Supaya kita gampang memahaminya, pakai rule of thumb. (Resesi terjadi) kalau dalam dua kuartal berturut-turut pertumbuhan ekonominya negatif. Secara substansial resesi tidak terjadi tiba-tiba. Ini adalah proses perlambatan ekonomi secara keseluruhan,” jelasnya seperti dilansir Kemenkeu.go.id.
Ia melanjutkan, tanda-tanda resesi di Indonesia sudah mulai dari kuartal pertama, bukan dari kuartal kedua.
“Tanda-tandanya sudah mulai bukan di kuarter 2, di kuarter pertama pun sudah signifikan sekali pertumbuhan ekonominya terkoreksi,” paparnya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diharapkan selalu rata-rata positif 5% dianggap sebuah kewajaran. Namun, begitu ada penurunan di bawah 5%, 1 hingga 2 kuarter dimana di Q1 sudah di bawah 5%, dan di Q2 (-5,3%), bahkan di kuarter ketiga (Q3) ekspektasi pertumbuhan antara (-2,9%) hingga (-1%), artinya waktu perlambatan ekonomi sudah berkepanjangan, dan itu bisa disebut resesi.
Ia bahkan mengatakan sepanjang tahun ini Indonesia sebenarnya telah mengalami resesi. Tetapi ia tetap berharap untuk memfokuskan kuarter 4 tumbuh lebih baik.
“Bayangkan pertumbuhan ekonomi kita selalu positif. Paling gampang, 5% pertahun dalam 10 terakhir. Seakan-akan 5% pertahun menjadi tren bahwa itu wajar setiap tahun kita expect pertumbuhan ekonomi kita 5%. Begitu pertumbuhan di bawah 5% dalam 1-2 kuarter itu menjadi pertanyaan. Apakah itu terjadi berkepanjangan? (-3% )di Q1, -5,3 di Q2. Katakanlah di Q3 antara (-2,3 hingga -1%) negatif tapi sudah membaik dari Q2. Dari kuarter 1,2,3 sudah berkepanjangan perlambatan ekonomi. Kalau dari resesinya kita sudah resesi sepanjang tahun ini. Q4 harapannya lebih baik lagi,” jelasnya.
Meskipun demikian, ia menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di Q2 masih lebih lebih baik dibanding dengan India (-24%), Thailand (-12,2%), atau Filipina (-16,5%).
“India contohnya 24% koreksinya di Q2, di Q3 belum terlalu jauh membaik. Hal yang sama di Thailand 12,2% minusnya di Q2. Kuarter ke tiga juga tidak membaik. Indonesia memang jelek di Q2, tapi dibandingkan seluruh dunia, bahkan Q3 relatif lebih baik dibanding negara lain,” jelasnya.
Ia menambahkan dari sekitar 180 negara di dunia, 92% dipastikan pertumbuhannya akan negatif atau masuk krisis di tahun 2020 ini. Banyak negara agresif sekali melebarkan defisit fiskalnya belum lagi moneternya. Indonesia belum pernah mendorong defisitnya hingga 6,3% untuk mengantisipasi dampak Covid-19. Indonesia terbilang dalam kisaran sedang (mild) dan efektif mengelola utangnya.
Ia juga menggarisbawahi perlindungan sosial yang mengalami kemajuan penyaluran bansos di bulan Agustus untuk 40% penduduk termiskin. Demikian juga pekerja dengan Upah Minimal Provinsi (UMP) sudah kembali bekerja lagi ditambah dengan subsidi gaji dari Bantuan Presiden (Banpres).
Ia berharap di tahun 2021 bisa pulih lebih cepat di pertumbuhan 4,5% sampai 5,5% dengan kerja keras menghadapi tantangan Covid-19 yang belum usai. (*)