Praktek Kerja Industri Berbasis WBL Work Based Learning di SMKN Kota Padang

Belajar sepanjang hayat adalah suatu konsep, suatu idea, gagasan bahwa belajar itu tidak hanya berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan formal (Jhon Dewey). Seseorang masih dapat memperoleh pengetahuan kalau ia mau belajar setelah ia selesai mengikuti pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal.

Ditekankan pula bahwa belajar dalam arti sebenarnya adalah sesuatu yang berlangsung sepanjang kehidupan seseorang. Bedasarkan ide tersebut konsep belajar sepanjang hayat sering pula dikatakan sebagai belajar berkesinambungan (continuing learning).

Dengan terus menerus belajar, seseorang tidak akan ketinggalan zaman dan dapat memperbaharui pengetahuannya, terutama bagi mereka yang sudah berusia lanjut. Dengan pengetahuan yang selalu diperbaharui ini, mereka tidak akan terasing dan generasi muda mereka tidak akan menjadi snile atau pikun secara dini, tetapi tetap dapat memberikan sumbangannya bagi kehidupan di lingkungannya.

Artikel ini membahas masalah kurang maksimalnya pelaksanaan Praktek Kerja Industri (Prakerin) yang dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri. SMK sebagai sekolah yang menghasilkan tamatan yang akan langsung memasuki dunia kerja tentu harus memiliki kompetensi kerja yang relevan dengan dunia usaha/ dunia industri.

Untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0 tentunya tamatan SMK memiliki peranan sangat penting agar bisa bersaing dalam memasuki dunia kerja.
Revolusi industri 4.0 merupakan tantangan baru yang nyata yang harus dihadapi dimana perkembangan teknologi sangat pesat dibarengi dengan trend penggabungan teknologi otomatisasi dengan cyber.

Dalam beberapa hal akan terjadi perubahan antara lain otomatisasi digital, kolaborasi dan flesibilitas yang menyebabkan perubahan cara kerja generasi muda dan sebagian pekerjaan yang akan digantikan oleh robot.

Diperkirakan di tahun 2030 setiap jenis pekerjaan akan mengalami perubahan yang signifikan di mana pekerjaan rutin dan manual akan berfokus pada manusia sebagai problem solvingnya. Hanya mereka yang memiliki kemampuan dan kompetensi yang relevan dengan industri dan pekerjaan yang lainyalah yang akan mampu bersaing dengan ketat.

Kompetensi yang harus dimiliki di abad 21 adalah kompetensi yang siap kerja pada bidang keahlian tertentu yang relevan dengan kompetensi yang diperlukan dunia usaha dan dunia industri (DU/DI) yang juga sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan menguasai kompetensi teknologi media dan otomasi industri.

Hal ini harus menjadi perhatian bagi pengambil kebijakan terkait dengan proses pembelajaran di SMK terutama dalam peningkatan proses pelaksanaan Prakerin yang saat ini sangat jauh dari harapan pendidikan kejuruan. Dari tinjauan lapangan yang dilakukan terlihat pelaksanaan Prakerin mulai dari awal sampai selesai belum tertata sesuai harapan karena belum adanya kerjasama yang begitu mengikat antara DU/DI,

sekolah dan juga Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang merupakan lembaga resmi yang melakukan uji kompetensi terhadap peserta didik dengan berpedoman pada SKKNI. Sertifikat uji kompetensi yang dihasilkan akan berlaku secara nasional dan internasional.

Prakerin yang dilaksanakan selama ini adalah dengan mengirimkan peserta didik ke DU/DI berdasarkan surat permohonan kemudian siswa /siswi kita ditempatkan oleh perusahaan sesuai keinginan perusahaan dan sekolah menerima saja. Setelah beberapa bulan sekolah melakukan monitoring ke DU/DI.

Monitoring yang dilakukan pun belum efektif karena masih banyak guru pembimbing yang saat monitoring kurang serius berkomunikasi dengan instruktur DU/DI terkait dengan aktifitas kerja siswa di industri dan kemajuan kompetensi yang telah dipelajari. Terakhir siswa dijemput saat selesai Prakerin dengan sertifikat dari industri berdasarkan nilai yang sudah diberikan.

Berdasarkan pelaksanan Praekrin saat inilah penelitian ini berusaha memperbaiki pelaksanaan Prakerin dengan “Pengembangan Program Praktek Kerja Industri Berbasis Work Based Learning (WBL) pada SMKN kota Padang khususnya pada jurusan teknik Elektronika”.

Penelitian ini juga sangat relevan dengan gerakan yang diluncurkan oleh Kemendikbud melalui Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi yaitu “Pernikahan Massal” antara Dunia Industri/ Dunia Kerja dengan Dunia Pendidikan Vokasi.

Wikan Sakarinto (Ditjen Diksi) optimis bahwa program “ Pernikahan Massal” ini akan menguntungkan banyak pihak. Ia mengatakan pihak industri dan dunia kerja, jelas akan diuntungkan dengan skema “pernikahan” ini.

Selain itu, dengan adanya link and match ini, lulusan pendidikan vokasi juga akan semakin dihargai oleh industri dan dunia kerja. Bukan semata-mata karena ijazahnya, tapi lebih karena kompetensi dan skills-nya yang semakin sesuai dengan tuntutan dunia kerja.

Link and match ini tidak sekedar MoU dan foto-foto di media. Program ini harus menjadi “pernikahan” yang sangat erat dan mendalam, sehingga semua pihak akan saling mendapatkan manfaat yang signifikan dan berkelanjutan.

“Keberhasilan program ini harus didukung dan perlu partisipasi aktif banyak pihak baik pemerintah pusat maupun daerah, serta seluruh stakeholder. Perlu kerja sama semua pihak agar perjodohan ini berhasil baik pusat, daerah maupun stakeholder,” ungkapnya.

WBL merupakan pembelajaran berbasis tempat kerja. Karen Evans (2013:149) menjelaskan bahwa WBL adalah akar hubungan antara manusia dan sosial dalam proses kerja dan belajar. Model WBL ini sangat banyak namun pada penelitian ini hanya satu yang di fokuskan yaitu dalam bentuk On The Job Training yang merupakan latihan di tempat kerja atau disebut juga dengan instruksi langsung.

OJT adalah salah satu bentuk Prakerin yang paling bagus dari sekian banyak program WBL yang ada. OJT adalah pelatihan yang dilakukan ditempat kerja, dimana peserta didik akan melakukan latihan bagaimana melaksanakan tugas dan bagaimana menyelesaikannya sesuai arahan dan petunjuk dari pembimbing di tempat kerja berdasarkan kesepakatan yang telah disepakati antara pihak pendidikan dengan dunia industri.

Pengembangan ini diawali dengan analisis terkait pelaksanaan Prakerin yang selama ini dilaksanakan, kemudian baru dilakukan pegembangan. Pengembangan dilaksanakan dengan sistemyang berbasis WBL. Perbedaan Prakerin sistem Konvensional dengan Prakerin berbasis WBL terdapat pada tahap 1 dan 7.

Perbedaan Prakerin Konvensional Dengan berbasis WBL Prakerin Model lama (Konvensional)
1. Pengamatan
2. Meniru Tindakan
3. Kerja Dengan Bantuan dan Pengawasan
4. Kerja Mandiri
5. Aktualisasi Dan Eksplorasi

Prakerin Berbasis Work Based Learning
1. Coaching Clinic
2. Pengamatan
3. Meniru Tindakan
4. Kerja dengan Bantuan dan Pengawasan
5. Kerja Mandiri
6. Aktualisasi dan Eksplorasi
7. Uji Kompetensi

Pelaksanaan Prakerin pada tiga sekolah yang dianalisis terlihat bahwa pelaksanaan prakerin saat ini sebenarnya masih berkategori baik. Mulai dari tujuan, manfaat, lingkungan Prakerin, kesiapan peserta didik dan guru pembimbing, kesiapan instruktur DU/DI, kesiapan sarana prasarana, persiapan dan pelaksanaan Prakerin, peningkatan dan penilaian kompetensi peserta didik, sikap dan motivasi kerja peserta didik.

Bertitik tolak dari hasil analisis evaluasi praktek kerja industri inilah maka peneliti berusaha mengembangkan program praktek kerja industri dengan “Pengembangan Program Prakerin Berbasis Work Based Learning (WBL) pada SMKN kota Padang”.

Diharapkan pengembangan ini bisa menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan Prakerin menjadi lebih baik dan menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi yang sangat kompeten setelah selesai melaksanakan Prakerin.

Program Prakerin berbasis WBL ini merupakan terobosan baru yang di lakukan untuk meningkatkan kualitas tamatan SMK ke depan. Dengan pelaksanaan program Prakerin berbasis WBL ini akan bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya pendidikan kejuruan dan bagi dunia industri dalam hal mendapatkan tenaga kerja yang sesuai dengan kompetensi yang ada di unit-unit kerja.

Program ini bisa terlaksana apabila semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan program Prakerin ikut berpartisipasi dengan serius dan sesuai petunjuk program pengembangan.

Perbedaan Prakerin sistem lama dengan Prakerin bebasis WBL adalah pada bagian coaching clinic dan uji kompetensi. Selama ini dua item pengembangan tersebut belum pernah di laksanakan pada Prakerin siswa SMK.

Pelaksanaan Prakerin berbasis WBL ini dimulai dengan tahapan-tahapan antara lain;

1) Coaching Clinic antara pihak sekolah, industri dan peserta didik membicarakan semua hal yang terkait pelaksanaan Prakerin seperti halnya tentang kompetensi yang diajarkan disekolah dan kesesuaianya dengan kompetensi di industri, peralatan yang ada disekolah dan peralatan yang ada di industri, praktek yang telah dilakukan siswa selama belajar di sekolah dan yang akan di lakukan di industri.

Semuanya di sepakati saat couching clinic sehingga peserta didik juga memahami apa yang akan dilakukan saat melaksnakan Prakerin,

2) Pengamatan, guru pembimbing melakukan pengamatan saat survey ke industri dan saat monitoring, instruktur melakukan pengamatan juga di bahagian mana peserta Praekrin cocok di tempatkan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, pengamatan juga dilakukan peserta didik berdasarkan arahan instruktur di industri,

3) meniru tindakan, ini dilakukan oleh siswa di industri atas arahan instruktur sesuai dengan job description yang telah di berikan,

4) kerja dengan bantuan dan pengwasan bagi pesrta didik oleh instruktur industri agar apa yang dilakukan sesuai dengan On The Job Training

5) kerja mandiri adalah tahapan penyelesaian job description yang telah diberikan secara indivindu sesuai dengan kemampuang masing-masing,

6) aktualisasi dan eksplorasi bagi peserta didik untuk membuktikan kemampuannya dirinya dalam praktek agar menhasilkan sesuatu yang baru,

7) uji kompetensi dilakukan untuk melihat peguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah di pelajari selama melaksanakan Prakerin.

Praktek kerja industri berbasis WBL ini sudah saatnya diterapkan oleh semua SMK agar kualitas praktek kerja industri ini tepat sasaran. Perbedaan lain yang mendasar adalah pada lima tahapan sistem lama hanya lebih terfokus pada peserta didik sangat sedikit peran dari pada guru pembimbing dan instruktur.

Pada pengembangan Prakerin berbasis WBL guru pembimbing dan instruktur memegang peran yang sangat penting selain peserta didik. Untuk menjelaskan dan mengetahui peranan masing-masing, baik dinas pendidikan atau sekolah, industri dan juga peserta Prakerin bisa di jelaskan pada saat couching clinic.

Karena couching clinic ini juga merupakan penentu bagi suksesnya pelaksanaan Prakerin berbasis WBL. Karena disaat couching clinic Guru Pembimbing akan menjelaskan semua yang terkait dengan pembelajaran kompetensi di sekolah dan relavansinya dengan dunia industri berpedoman pada kurikulum dan SKKNI.

Begitu juga pihak industri/ instruktur akan menjelaskan semua mekanisme yang ada di industri dan kompetensi yang ada di masing-masing unit kerja sehingga pihak sekolah dan industri bisa memutuskan kompetensi apa yang akan di praktekan siswa di industri.

Kompetensi yang akan di ajarkan adalah yang sesuai dengan kebutuhan industri dan relevan dengan kurikulum sekolah serta tercantum dalam SKKNI.

Berdasarkan couching clinic ini maka instruktur di industri akan memberikan kepada peserta didik tugas semacam On The Job training saat peserta didik melaksanakan Prakerin.

OJT merupakan latihan yang dilakukan di tempat kerja, dimana peserta pelatihan akan mempelajari pekerjaan dan melaksanakannya seacara langsung dalam pekerjaan.
Pada dasarnya peserta didik akan diperlakukan seperti karyawan saat Prakerin dimana peserta didik harus memperoleh pelatihan di tempat kerja sebelum peserta didik memasuki perusahaan (swanto, 2011:67).

OJT adalah suatu proses latihan yang terorganisir baik dilakukan individu maupun kelompok untuk meningkatkan kemampuan, wawasan, keterampilan, pengetahuan, sikap kerja dan kebiasaan pekerja dalam suatu perusahaan. OJT dilakukan dengan bimbingan dan pengawasan dari instruktur yang telah berpengalaman atau seorang supervisor, (Sumantri, 2000).

Program Prakerin berbasis WBL ini bisa terlaksana dengan baik apabila adanya kerjasama antara pihak sekolah, pihak industri dan BNSP. Pihak BNSP sangat mempunyai peranan penting dalam hal pelaksanaan uji kompetensi siswa di saat selesai melaksanakan Prakerin.

Selain itu BNSP juga memiliki peranan penting dalam memberikan penjelasan tentang mekanisme uji kompetensi dan berpedoman kepada SKKNI.

Selesai uji kompetensi yang dilaksanakan oleh instruktur industri dan asessor LSP BNSP serta di dampingi guru pembimbing maka peserta didik akan mendapatkan sertifikat kompetensi berlambang burung garuda, tentunya bagi peserta yang dinyatakan kompeten. Sertifikat yang diperoleh peserta didik akan berlaku secara nasional dan internasional.

Apabila semua pemangku kepentingan bisa bekerjasama dalam penerapan program pengembangan ini maka akan di peroleh siswa-siswa yang kompeten di kemudian hari dan teruji secara kualitas.

Seiring juga dengan instruksi direktur pembinaan SMK bahwa setiap tamatan SMK harus memiliki kompetensi yang bagus sehingga sesuai dengan kebutuhan dunia industri atau dunia Usaha. Untuk merealisaikan instruksi direktur pembinaan SMK tersebut maka penerapan Prakerin berbasis WBL ini adalah salah satu solusi yang sangat tepat.

Selain itu juga sangat relevan dengan gerakan yang di ungkapkan oleh Kemendikbud lewat Ditjen Diksi yaitu program “Pernikahan Massal” antara Dunia Industri/ Dunia Kerja dan Dunia Pendidikan Vokasi yang di jelaskan diawal tentunya juga termasuk SMK.

Skema Link and Match yang di dirangkum dalam “Paket Pernikahan” ini antara lain;
1) Kurikulum disusun bersama industri,
2) Dosen/ Guru tamu rutin mengajar ke kampus maupun ke SMK,
3) Program magang yang terstruktur dan dikelola bersama dengan baik,
4) Komitmen yang kuat dan resmi pihak industri menyerap lulusan,
5) Program beasiswa dan ikatan Dinas,
6) Pihak industri Men training dosen/ Guru,
7) Sertifikasi Kompetensi Lulusan dari Industri,
8) Pihak Industri memberikan bantuan perlatan kepada kampus/ sekolah,
9) Join dalam hal penelitian dan kegiatan lainnya.

Penelitian pengembangan program Prakerin berbasis WBL ini sangat cocok untuk membantu mensukseskannya program”Pernikahan Massal” yang diluncurkan Kemendikbud karena dalam penelitian ini sangat dibutuhkan kerjasama antara Dunia Industri/ Dunia Usaha dengan dunia pendidikan vokasi.

Dimana pada tahapan pengembangan Prakerin pada Bagian coucing clinic sangat diperlukan kebijakan bersama dalam menyatukan pendapat tentang Prakerin berbasis WBL yang akan dilaksanakan. Tahap akhir di lakukan uji kompetensi bersama agar di dapat sertifikat yang dilisensi oleh BNSP.

Ini saatnya school driven(sekolah mencari industri) menjadi industri driven (industri mencari Sekolah).

Pada pengembangan program Prakerin berbasis WBL pada SMKN kota Padang khususnya pendidikan teknik elektronika terlaksana dengan sangat baik karena terdapat peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan pelaksanaan Prakerin yang konvensional selama ini.

Dari hasil uji penelitian ini dapat dilihat bahwa pengembangan program Praekrin berbasis WBLini valid praktis untuk diterpkan pada SMK.

Menurut Calhoun & Finch (1982:66) Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang memiliki sifat menyiapkan penyediaan tenaga kerja.
Agar program pengembangan ini efektif diterapkan maka perlu adanya kerjasama yang sangat baik antara sekolah, DU/DI, dinas pendidikan dan LSP BNSP.***

Artikel ini ditulis berdasarkan disertasi untuk penyelesaian program doktor (S3) pada Program Studi Ilmu Pendidikan Pasca Sarjana Universitas Negeri Padang dengan Tim Promotor Prof. Drs H. Jalius Jama, M.Ed, Ph.D dan Prof. Drs H. Nizwardi Jalinus, M.Ed, Ed.D.

Oleh : Kamaruzaman, S.Pd.,M.Pd
Editor : Dedy Suwadha